PROSES BERPIKIR SISWA DALAM MENYELESAIKAN MASALAH GEOMETRI: PERBEDAAN SISWA BERTEMPERAMEN CHOLERIC DENGAN MELANCHOLIC

Berpikir adalah proses alami yang dilakukan oleh setiap individu. Namun, tanpa arahan yang tepat, proses berpikir dapat menjadi bias, kurang informatif, dan bahkan berpotensi menimbulkan prasangka. Oleh karena itu, penting untuk mengarahkan proses berpikir agar menghasilkan pemikiran yang baik dan bermanfaat. Dalam konteks pendidikan, terutama dalam pembelajaran matematika, proses berpikir siswa memegang peran kunci dalam menyelesaikan masalah, khususnya masalah geometri.

Temperamen, sebagai kombinasi sifat bawaan yang memengaruhi perilaku, memiliki kaitan erat dengan prestasi akademik siswa, termasuk dalam matematika. Dengan memahami perbedaan proses berpikir berdasarkan temperamen, guru dapat merancang strategi pembelajaran yang lebih efektif.

Temperamen dan Proses Berpikir

Temperamen adalah kombinasi sifat-sifat bawaan yang secara tidak sadar memengaruhi semua perilaku individu. Menurut teori Hippocrates, terdapat empat jenis temperamen dasar: sanguine, choleric, melancholic, dan phlegmatic. Siswa dengan temperamen choleric cenderung memiliki kemauan keras, aktif, agresif, optimis, dan percaya diri. Sementara itu, siswa dengan temperamen melancholic lebih analitis, perfeksionis, namun cenderung pemurung dan sensitif.

Perbedaan temperamen ini memengaruhi cara siswa berpikir dan menyelesaikan masalah. Siswa choleric cenderung menggunakan proses berpikir prosedural, yaitu cara berpikir yang mengandalkan hafalan rumus dan metode rutin. Di sisi lain, siswa melancholic lebih cenderung menggunakan proses berpikir konseptual, yang melibatkan pemahaman mendalam tentang konsep dan penerapannya dalam berbagai situasi.

Proses Berpikir Siswa Bertemperamen Choleric

Siswa dengan temperamen choleric menunjukkan kecenderungan untuk menggunakan proses berpikir prosedural dalam menyelesaikan masalah geometri. Mereka mengandalkan rumus dan metode yang telah mereka hafal sebelumnya. Misalnya, dalam menyelesaikan soal tentang sudut luar segibanyak beraturan, siswa choleric langsung menggunakan rumus yang telah mereka pelajari tanpa mencoba memahami konsep di balik rumus tersebut.

Siswa choleric juga cenderung tidak menggunakan analogi atau pola dalam menyelesaikan masalah. Mereka lebih fokus pada langkah-langkah yang telah mereka hafal dan kurang memperhatikan konteks masalah. Meskipun demikian, siswa choleric mampu memberikan alasan tentang konsep yang digunakan dalam menyelesaikan masalah, meskipun alasan tersebut lebih bersifat prosedural.

Proses Berpikir Siswa Bertemperamen Melancholic

Siswa dengan temperamen melancholic menunjukkan proses berpikir yang lebih konseptual. Mereka cenderung memahami masalah secara mendalam sebelum mencoba menyelesaikannya. Dalam menyelesaikan soal geometri, siswa melancholic menggunakan aturan dasar geometri, seperti konsep titik sudut, sisi, dan diagonal bangun datar.

Siswa melancholic juga lebih cenderung melihat pola dan menggunakan analogi untuk mengidentifikasi masalah. Mereka membuat sketsa gambar untuk mempermudah pemahaman dan penyelesaian masalah. Misalnya, dalam menyelesaikan soal tentang sudut luar segibanyak beraturan, siswa melancholic menggambar garis-garis dari titik sudut ke titik sudut lainnya, sehingga segibanyak beraturan terbagi menjadi beberapa segitiga. Hal ini menunjukkan pemahaman yang mendalam tentang konsep geometri.

Selain itu, siswa melancholic mampu memberikan alasan yang jelas tentang konsep yang digunakan dalam menyelesaikan masalah. Mereka menjelaskan langkah-langkah penyelesaian dengan rinci dan menunjukkan kemampuan untuk menjelaskan konsep geometri yang mudah dimengerti.

Perbedaan Proses Berpikir Siswa Choleric dan Melancholic

Terdapat perbedaan signifikan dalam proses berpikir siswa choleric dan melancholic. Siswa choleric cenderung menggunakan proses berpikir prosedural, sementara siswa melancholic lebih cenderung menggunakan proses berpikir konseptual. Siswa choleric lebih mengandalkan rumus dan metode rutin, sedangkan siswa melancholic lebih memahami konsep dan melihat pola dalam menyelesaikan masalah.

Selain itu, siswa choleric cenderung tidak menggunakan analogi atau pola dalam menyelesaikan masalah, sementara siswa melancholic lebih cenderung melihat pola dan menggunakan analogi untuk mengidentifikasi masalah. Siswa choleric juga menunjukkan kemampuan dalam mengembangkan masalah, sedangkan siswa melancholic tidak menunjukkan kemampuan tersebut.

Implikasi bagi Pembelajaran Matematika

Implikasi penting bagi pembelajaran matematika, khususnya dalam pengajaran geometri adalah guru perlu merancang kegiatan pembelajaran yang dapat membentuk pemikiran konseptual siswa, bukan hanya pemikiran prosedural. Hal ini dapat dilakukan dengan memberikan masalah yang menuntut pemahaman konseptual, bukan hanya penerapan rumus.

Selain itu, guru perlu memperhatikan perbedaan temperamen siswa dalam merancang strategi pembelajaran. Siswa dengan temperamen choleric mungkin membutuhkan lebih banyak latihan dalam memahami konsep, sementara siswa dengan temperamen melancholic mungkin membutuhkan tantangan yang lebih besar untuk mengembangkan kemampuan mereka dalam mengembangkan masalah.

Kesimpulan

Proses berpikir siswa dalam menyelesaikan masalah geometri dipengaruhi oleh temperamen mereka. Siswa dengan temperamen choleric cenderung menggunakan proses berpikir prosedural, sementara siswa dengan temperamen melancholic lebih cenderung menggunakan proses berpikir konseptual. Perbedaan ini perlu diperhatikan oleh guru dalam merancang strategi pembelajaran yang efektif.

Dengan memahami perbedaan proses berpikir berdasarkan temperamen, guru dapat membantu siswa mengembangkan kemampuan matematika mereka secara lebih optimal.

Daftar Pustaka

• Abdillah, S. H. (2007). Conceptual thinking. Sabah: Institut Latihan Sektor Awam Negeri.

• Avcu, S., & Avcu, R. (2010). Pre-service elementary mathematics teachers' use of strategies in mathematical problem solving. Procedia Social and Behavioral Sciences, 9(2010), 1282-1286.

• Aydogdu, M. Z., & Kesan, C. (2014). A research on geometry problem solving strategies used by elementary mathematics teacher candidates. Journal of Educational and Instructional Studies in the World, 4(1), 53-62.

• Clements, D. H., & Sarama, J. (2000). Young Children's Ideas about. Retrieved from www.nctm.org

• Collins, A., & O'Connor, E. (2016). Teacher-child relationships and child temperament in early achievement. Journal of Educational and Developmental Psychology, 6(1), 173-194.

• Duron, R., Limbach, B., & Waugh, W. (2006). Critical thinking framework for any discipline. International Journal of Teaching and Learning in Higher Education, 17(2), 160-166.

• Government of Canada. (2015). Conceptual thinking. Ontario: National Research Council Canada.

• Hamda. (2016). Bergikir Konseptual dalam Pemecahan Masalah Matematika dan Implikasinya dalam Kehidupan Nyata. Prosiding Seminar Nasional, (pp. 22 - 30). Palopo.

• James Cook University Australia. (2007). Maths module 1 an introduction to mathematics. Brisbane: James Cook University Australia.

• Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. (2013). Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 68 Tahun 2013 tentang Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah. Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah. Jakarta, Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Indonesia: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.

• Kilpatrick, J., Swafford, J., & Findell, B. (2001). Adding it up: Helping children learn mathematics. Washington: National Academy Press.

• Lahaye, T. (1994). Temperament. In Spirit-Controlled Temperament (pp. 1-4). Illinois: Tyndale House Publishers, Inc.

• Li, M., & Pang, K. (2007). A study on the relationship between temperament and mathematics academic achievement. Journal of the Korea Society of Mathematical Education, 11(3), 197-207.

• Pimta, S., Tayruakham, S., & Nuangchalerm, P. (2009). Factors influencing mathematic problem-solving ability of sixth grade students. Journal of Sciences, 5(4), 381-385.

• Polya, G. (1973). How to solve it: A new aspect of mathematical method. Princeton: Princeton University Press.

• Pusat Penilain Pendidikan Republik Indonesia. (2015). Laporan Hasil Ujian Nasional. (Badan Standar Nasional Pendidikan) Retrieved May 31, 2016, from Laporan Hasil Ujian Nasional: http://118.98.234.50/lhun/daya_serap.aspx

• Safarzadeh, H., Soloukdar, A., Vavaeinia, M., & Rezaeizadeh, H. (2013). Studying the effects of organizational personality traits on different human temperaments based on the five-factor model of personality. Caspian Journal of Applied Sciences Research, 2(3), 146-162.

• Schunk, D. H. (2012). Learning theories: An educational perspective. Boston: Pearson Education, Inc.

• Shadiq, F. (2008, December 19). Empat Objek Langsung Matematika Menurut Gagne. Retrieved from fadjarp3g Situsnya Guru Matematika: https://fadjarp3g.files.wordpress.com/2008/12/download_08_gagne_median_1.pdf

• Suryabrata, S. (2004). Psikologi Pendidikan. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada.

• Van Bendegem, J. P., & Van Kherkhove, B. (2009). Mathematical arguments in context. Foundations of Science, 14(1-2), 1-18.

Posting Komentar untuk "PROSES BERPIKIR SISWA DALAM MENYELESAIKAN MASALAH GEOMETRI: PERBEDAAN SISWA BERTEMPERAMEN CHOLERIC DENGAN MELANCHOLIC"