BERPIKIR KRITIS SISWA DALAM MENYELESAIKAN MASALAH GEOMETRI: DILIHAT DARI GAYA KOGNITIF VISUALIZER DAN VERBALIZER

Matematika sering dianggap sebagai salah satu mata pelajaran yang menantang bagi banyak siswa, terutama ketika mereka dihadapkan pada masalah geometri. Namun, kemampuan siswa dalam menyelesaikan masalah matematika, khususnya geometri, tidak hanya bergantung pada pemahaman konsep, tetapi juga pada cara mereka menerima dan mengolah informasi. Hal tersebut dikenal sebagai gaya kognitif. Dalam konteks pembelajaran, gaya kognitif dapat memengaruhi bagaimana siswa memproses informasi dan akhirnya memengaruhi kemampuan berpikir kritis mereka.

Apa Itu Gaya Kognitif?

Gaya kognitif merujuk pada cara individu dalam menerima, memproses, dan mengorganisasi informasi. Setiap siswa memiliki gaya kognitif yang berbeda-beda. Secara umum, gaya kognitif dapat dikategorikan menjadi dua jenis utama: visualizer dan verbalizer.

• Visualizer adalah siswa yang lebih mudah memahami dan memproses informasi dalam bentuk visual, seperti gambar, diagram, atau grafik. Mereka cenderung berpikir secara visual dan lebih mudah mengingat informasi yang disajikan dalam bentuk visual.

• Verbalizer adalah siswa yang lebih nyaman dengan informasi verbal, seperti teks atau penjelasan lisan. Mereka lebih mudah memahami dan memproses informasi yang disajikan dalam bentuk kata-kata.

Perbedaan gaya kognitif ini tidak hanya memengaruhi cara siswa belajar, tetapi juga memengaruhi kemampuan mereka dalam berpikir kritis, terutama ketika menyelesaikan masalah matematika, seperti geometri.

Berpikir Kritis dalam Pembelajaran Matematika

Berpikir kritis adalah kemampuan untuk menganalisis, mengevaluasi, dan menarik kesimpulan secara logis dan reflektif. Dalam konteks pembelajaran matematika, berpikir kritis sangat penting karena memungkinkan siswa untuk memahami konsep secara mendalam, bukan hanya menghafal rumus atau prosedur. Kemampuan berpikir kritis juga membantu siswa dalam menyelesaikan masalah yang kompleks, termasuk masalah geometri.

Menurut Ennis (1985), berpikir kritis melibatkan proses mental yang memungkinkan siswa untuk menganalisis informasi, memisahkan fakta dari opini, dan membuat keputusan yang tepat berdasarkan bukti yang ada. Dalam pembelajaran matematika, kemampuan berpikir kritis dapat membantu siswa untuk memahami konsep geometri dengan lebih baik, seperti menghitung volume, luas permukaan, atau memahami sifat-sifat bangun ruang.

Penelitian tentang Gaya Kognitif dan Berpikir Kritis

Sebuah penelitian mencoba mengkaji lebih dalam tentang perbedaan berpikir kritis antara siswa dengan gaya kognitif visualizer dan verbalizer dalam menyelesaikan masalah geometri. Penelitian tersebut menggunakan metode kuantitatif dengan teknik pengambilan sampel secara acak (cluster random sampling). Sampel penelitian siswa yang memiliki gaya kognitif visualizer dan verbalizer.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa siswa visualizer cenderung lebih baik dalam menyelesaikan masalah geometri dibandingkan dengan siswa verbalizer.

Mengapa Visualizer Lebih Unggul dalam Menyelesaikan Masalah Geometri?

Geometri adalah cabang matematika yang sangat bergantung pada pemahaman visual. Siswa dengan gaya kognitif visualizer cenderung lebih mudah memahami konsep geometri karena mereka dapat memvisualisasikan bentuk, ukuran, dan hubungan antara objek geometri. Misalnya, ketika dihadapkan pada masalah menghitung volume kubus, siswa visualizer dapat dengan mudah membayangkan bentuk kubus dan menghubungkannya dengan rumus yang relevan.

Di sisi lain, siswa verbalizer mungkin lebih kesulitan dalam memahami masalah geometri karena mereka lebih mengandalkan penjelasan verbal atau teks. Meskipun mereka dapat memahami rumus dan prosedur, mereka mungkin kesulitan dalam memvisualisasikan objek geometri, yang dapat menghambat kemampuan mereka dalam menyelesaikan masalah.

Aspek Berpikir Kritis yang Diuji

Dalam penelitian tersebut, kemampuan berpikir kritis siswa diuji melalui beberapa aspek, antara lain:

1. Memberikan Penjelasan Sederhana: Siswa diminta untuk menjelaskan cara menemukan rumus luas permukaan kubus. Siswa visualizer lebih unggul dalam aspek memberikan penjelasan sederhana karena mereka dapat dengan mudah memvisualisasikan bentuk kubus dan menghubungkannya dengan rumus yang relevan.

2. Membangun Keterampilan Dasar: Siswa diminta untuk menentukan kebenaran sifat-sifat balok. Siswa visualizer juga lebih unggul dalam aspek membangun keterampilan dasar karena mereka dapat dengan mudah memahami sifat-sifat balok melalui visualisasi.

3. Menyimpulkan Hasil Perhitungan: Siswa diminta untuk membandingkan hasil perhitungan volume kubus pada gambar. Siswa verbalizer lebih unggul dalam aspek menyimpulkan hasil perhitungan karena mereka lebih teliti dalam membandingkan hasil perhitungan.

4. Memberikan Penjelasan Lanjut: Siswa diminta untuk menjelaskan cara menghitung volume kubus dan balok. Siswa verbalizer lebih unggul dalam aspek menjelaskan penjelasan lanjut karena mereka dapat memberikan penjelasan yang lebih rinci.

5. Mengatur Strategi dan Taktik: Siswa diminta untuk mengatur strategi dalam menghitung volume kubus dan luas permukaan balok. Siswa visualizer lebih unggul dalam aspek mengatur strategi dan taktik karena mereka dapat dengan mudah memvisualisasikan langkah-langkah yang diperlukan.

Implikasi bagi Pembelajaran Matematika

Hasil penelitian tersebut memiliki implikasi penting bagi para guru matematika. Guru perlu memahami gaya kognitif masing-masing siswa agar dapat menyesuaikan metode pembelajaran yang sesuai. Misalnya, untuk siswa visualizer, guru dapat menggunakan lebih banyak gambar, diagram, atau model fisik untuk menjelaskan konsep geometri. Sementara itu, untuk siswa verbalizer, guru dapat memberikan penjelasan yang lebih rinci dan menggunakan teks atau penjelasan lisan.

Selain itu, guru juga perlu melatih kemampuan berpikir kritis siswa dengan memberikan masalah yang menantang, seperti masalah geometri yang memerlukan analisis mendalam. Dengan melibatkan siswa dalam proses penyelesaian masalah, guru dapat membantu siswa untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis mereka.

Kesimpulan

Penelitian tersebut menunjukkan bahwa terdapat perbedaan signifikan dalam kemampuan berpikir kritis antara siswa dengan gaya kognitif visualizer dan verbalizer dalam menyelesaikan masalah geometri. Siswa visualizer cenderung lebih unggul dalam menyelesaikan masalah geometri karena mereka lebih mudah memvisualisasikan objek geometri. Sementara itu, siswa verbalizer lebih unggul dalam memberikan penjelasan yang rinci dan teliti.

Dengan memahami perbedaan gaya kognitif, guru dapat menyesuaikan metode pembelajaran yang sesuai untuk membantu siswa mengembangkan kemampuan berpikir kritis mereka. Selain itu, penelitian tersebut juga membuka peluang untuk penelitian lebih lanjut tentang bagaimana gaya kognitif dapat memengaruhi kemampuan siswa dalam menyelesaikan masalah matematika lainnya.

Referensi:

• Ennis, R. H. (1985). Goals for a critical thinking curriculum. In Costa, A (Ed), Developing minds: A resource book for teaching thinking (pp. 68–76). Alexandria, VA: Association for Supervision and Curriculum Development, Alexandria, Virginia.

• Hegarty, M., & Kozhevnikov, M. (1999). Types of visual-spatial representations and mathematical problem solving. Journal of educational psychology, 91(4), 684.

• Sari, E. M. J., & Budiarto, M. T. (2016). Profil berpikir kritis siswa SMP dalam menyelesaikan masalah geometri ditinjau dari gaya kognitif visualizer dan verbalizer. Jurnal Ilmiah Pendidikan Matematika, 2(5), 39-47.

• Winarso, W. & Dewi, W. Y. (2017). Berpikir kritis siswa ditinjau dari gaya kognitif visualizer dan verbalizer dalam menyelesaikan masalah geometri. Beta Jurnal Tadris Matematika, 10(2), 117-133.

Posting Komentar untuk "BERPIKIR KRITIS SISWA DALAM MENYELESAIKAN MASALAH GEOMETRI: DILIHAT DARI GAYA KOGNITIF VISUALIZER DAN VERBALIZER"